Translate

Jumat, 20 September 2013

PAKAIAN DAN PERHIASAN



BAB I
PAKAIAN DAN PERHIASAN

Era modern dengan segala propagandanya telah meluluhlantakkan nilai-nilai moral di seluruh dunia. Remaja digiring pada nilai-nilai materialisme yang tanpa melibatkan nilai-nilai agama. Lengkaplah sudah dunia ini dipenuhi mode-mode jahiliah yang mengusung kebebasan berpikir dan berperilaku yang steril dari nilai-nilai Islam. Ironisnya, kemunduran ini disebut kemajuan. Pamer aurat dianggap seni. Perzinaan dianggap zamannya, sehingga lahirlah generasi instan, yaitu generasi yang tidak memiliki kepedulian terhadap moral ataupun segala sesuatu yang berhubungan dengan hasil ciptaan Allah.Yang mereka pikirkan hanya kenikmatan sesaat walaupun harus merugikan orang lain dan diri sendiri.
Pantas jika zaman ini disebut zaman edan yang tidak tahu malu dan sekaligus memalukan, yaitu ketika manusia tak malu lagi berperilaku seperti binatang. Mode di era modern ini sangat berbahaya bagi perkembangan nilai-nilai agama. Terlebih lagi sekarang begitu banyak media sebagai alat propaganda yang sangat canggih, cepat, dan tepat yang dapat menjangkau berbagai lapisan masyarakat.
Padahal Perilaku tersebut tak lebih dari perilaku jahiliyyah yang tidak pantas diadopsi. Modern adalah suatu yang maju, bukan hanya dalam bidang Iptek (ilmu pengetahuan dan teknologi) tapi juga Imtaq (iman dan taqwa). Tidak bisa dikatakan modern jika hanya teknologi yang maju sementara akhlak jauh terjerembab ke lembah jahiliyyah (kebodohan).


BAB II
PEMBAHASAN
A.    Pakaian yang Menyeret Tanah
Secara umum, agama islam menggambarkan bahwa berpakaian itu bertujuan untuk menutup aurat sebagai salah satu tanda kepatuhan kepada Allah. Dalam rangka ini menutup aurat itu mestilah menjadi pertimbangan yang utama bagi setiap muslim dalam memakai pakaian. Agama membolehkan memakai pakaian dari jenis apapun bahannya dibuat, asalkan tidak ada ketentuan yang melarangnya. Orang boleh memakai pakaian dari bahan nilon, benang, kulit, bulu binatang, dsb.
Oleh sebab itu, etika berpakaian dalam islam bukan hanya sekedar memakai pakaian yang menutup aurat, tetapi pula memperhatikan aspek etika dan estetika. Dalam hal ini, berpakaian yang menutup aurat tetapi ketat, belumlah merupakan suatu cara berpakaian yang diinginkan agama, sebab bisa menimbulkan rangsangan. Berdasarkan ini pula, seorang muslim juga tidak diinginkan memakai pakaian tipis kendatipun tidak ketat, sebab hal ini pada dasarnya belumlah tergolong menutup aurat. Persoalan model pakaian islam tidak pernah mengaturnya.
Agama islam memberikan kesempatan berkreasi untuk merancang mode yang disukai sepanjang pakaian yang dipakai itu menutup aurat dan sopan serta tidak merangsang, tetapi agama islam juga melarang memakai pakaian yang menyeret tanah, sesuai hadist Nabi yang diriwayatkan oleh Muslim :
Dari bin Umar r.a katanya, berkata Rasulullah SAW. “Barang siapa berjalan menyeret kainnya untuk tanda kebanggaan tidaklah Allah akan menengoknya kelak dihari kiamat.” (HR. muslim).
Dari sini dapat disimpulkan bahwa memakai pakaian yang menyeret tanah tidak diperbolehkan dalam islam karena ini dianggap sebagai suatu hal yang berlebih-lebihan (berlebih-lebihan dalam menggunakan kain). Oleh sebab itu, jika kita memakai pakaian hendaklah yang sopan dan menutup aurat.
Dari Al Asy’ats bin Sulaim, ia berkata:
سَمِعْتُ عَمَّتِي، تُحَدِّثُ عَنْ عَمِّهَا قَالَ: بَيْنَا أَنَا أَمْشِي بِالمَدِيْنَةِ، إِذَا إِنْسَانٌ خَلْفِي يَقُوْلُ: « اِرْفَعْ  إِزَارَكَ، فَإِنَّهُ أَنْقَى» فَإِذَا هُوَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقُلْتُ: يَا رَسُوْلَ اللهِ إِنَّمَا هِيَ بُرْدَةٌ  مَلْحَاءُ) قَالَ: « أَمَّا لَكَ فِيَّ أُسْوَةٌ ؟ » فَنَظَرْتُ فَإِذَا إِزَارَهُ إِلَى نِصْفِ سَاقَيْهِ
Saya pernah mendengar bibi saya menceritakan dari pamannya yang berkata, “Ketika saya sedang berjalan di kota Al Madinah, tiba-tiba seorang laki-laki di belakangku berkata, ‘Angkat kainmu, karena itu akan lebih bersih.’ Ternyata orang yang berbicara itu adalah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Aku berkata, “Sesungguhnya yang kukenakan ini tak lebih hanyalah burdah yang bergaris-garis hitam dan putih”. Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Apakah engkau tidak menjadikan aku sebagai teladan?” Aku melihat kain sarung beliau, ternyata ujung bawahnya di pertengahan kedua betisnya.”[1]
Di lain pihak kaum lelaki dengan bangganya mereka menjulurkan celana-celana mereka hingga di bawah mata kaki, bahkan ada diantara mereka yang menyeret celananya sampai ke tanah, mereka menganggap ini sebagai suatu hal yang biasa saja, atau hanya trend biasa, celakanya lagi banyak para aktivis islam yang melakukan demikian ini seolah-olah ini suatu hal yang sudah biasa dan tidak berdosa, jikalau mereka mau mempergunakan akalnya yang didasari kepada dalil syar’i niscaya mereka akan menyadari akan keharaman apa yang mereka lakukan itu, yakni isbal (memanjangkan kain hingga di bawah mata kaki).
Maka dari penjelasan diatas, seharusnya kita membuka pikiran kita, membuka hati kita, bahwa inilah sunnah Rasulullah yang harus kita tegakkan, yang harus kita amalkan, karena tidaklah syariat itu diturunkan kecuali bagi kemaslahatan makhluk itu sendiri walaupun mungkin akal-akal dan perasaan makhluk tidak mampu mencernanya, walaupun orang-orang menganggap aneh terhadap sunnah nabi dikarenakan kebodohan yang merebak dan meraja lela sehingga manusia tidak mampu lagi melihat mana yang sunnah, mana yang bid’ah, mana yang haq dan mana yang bathil, karena banyak manusia telah terbutakan oleh kemaksiatan yang seolah-olah menjadi bagian tak terpisahkan dari kehidupannya, karena seringnya ia berinteraksi dengan kemaksiatan dan kebatilan dan jauhnya ia dari ilmu, ia terperosok ke dalam lubang  kebodohan dan musibah menerpa kita bertubi-tubi.
Diantara hikmah kita disyariatkan untuk berpakaian di atas mata kaki adalah :
  1. Sebagai bentuk syariat nabi dalam berpakaian yang masuk ke dalam amal keta’atan.
  2. Sebagai bentuk pembeda bagi kaum laki-laki dengan wanita dimana wanita disyariatkan menutup mata kakinya bahkan menambah sejengkal lagi panjangnya hingga terseret di tanah (sebagaimana perintah nabi kepada Ummu Salamah,
  3. Sebagai bentuk sikap yang mendekatkan diri kepada takwa dan tawadhu’.
  4. Lebih menjaga kesucian pakaian kita, karena tidak terseret di tanah. (perkecualian bagi jilbab wanita Muslimah yang ada hadits dari rasulullah tentang tambahan sejengkal dari mata kaki)
  5. Menghindarkan diri kita dari kesombongan yang menghantarkan kita kepada siksa Allah di hari kiamat kelak yakni dengan ancaman neraka dan berpalingnya Allah dari melihat kita.
  6. Menegakkan syi’ar-syi’ar islam dan menunjukkan ciri khas ahlus sunnah wal jama’ah di saat ahlus sunnah menjadi orang yang asing diantara manusia-manusia lainnya.
  7. Dan masih banyak lagi lainnya.
B.     Memakai Cincin Emas
Dalam suatu hadis disebutkan haram memakai cincin emas juga sutera atas lelaki dan boleh juga bagi wanita, hadisnya berbunyi:
Albaraa’ r.a berkata: Rasulullah SAW menyuruh kami dengan tujuh dan melarang kami dari tujuh. Menyuruh kami menjenguk orang sakit, mengantarkan jenazah, mendoakan orang bersin jika membaca Alhamdulillah, mendatangi undangan, menyebarkan salam, membantu pada orang yang dianiaya dan menyampaikan hajat orang yang bersumpah. Dan melarang kami dari yang bercincin emas, minum dalam wadah perak, bantal untuk duduk dari sutera, demikian pakaian sutera, memakai serba sutra dan sutra tebal atau berkilauan sutra tipis. (Muttafaqun Alaihi)
Para ulama sepakat bahwa kaum wanita dibolehkan memakai perhiasan dalam bentuk apa saja sepanjang perhiasan itu bukan terbuat dari benda-benda najis serta benda-benda haram. Perhiasan yang dipakai oleh kaum wanita itu boleh saja berbentuk sesuatu yang dilekatkan di badan seperti cincin dan kalung atau yang dipasang di pakaian seperti peniti.
Agama tidak pernah melarang sama sekali bagi wanita memakai perhiasan serta tidak pula ada suatu ketentuan tentang dimana perhiasan itu mesti mereka pasangkan. Wanita boleh memakai perak, besi, suasa, emas, kayu dan bahkan berlian untuk dijadikan perhiasan. Ini berbeda dengan kaum pria.
Kaum pria diharamkan memakai cincin yang terbuat dari emas murni sebagaimana mereka diharamkan memakai sutra murni sebagai bahan pakaian. Sebuah hadis dari Ali yang berbunyi:
Rasulullah melarang laki-laki memakai cincin yang terbuat dari emas.”
Para imam mazhab empat berpendapat bahwa laki-laki dewasa tidak boleh memakai cincin emas murni serta membolehkan memakai cincin yang tidak terbuat dari emas, seperti cincin perak, perunggu, ataupun dari besi. Akan tetapi ada pula sebagian ulama yang mengatakan bahwa memakai cincin emas bagi pria hukumnya kerahan tanzih, sebab sebagian sahabat nabi pernah memakainya.
Diantara mereka yang pernah memakai cincin emas adalah Sa’d bin Abi Waqash, Thalhah bin Ubaidullah, Shuhaib, Huzaifah, dan Ja'’far bin Samrah.
Adapun memakai emas selain untuk cincin, seperti untuk menghias pedang, hal ini diperbolehkan bagi kaum lelaki. Laki-laki juga ingin memakai cincin yang terbuat dari emas maka emas yang dijadikan cincin itu haruslah dicampur dengan bahan lain dan kadar emasnya tidak boleh lebih banyak dari kadar bahan campurannya. Para ulama membolehkan laki-laki memakai emas yang dicampur. Menurut Hanafiah dan Syafi’iyah, kadar emasnya tidak boleh lebih dari satu dirham, sedangkan malikiah membolehkan paling banyak jumlahnya adalah dua dirham.
Para ulama juga mengharamkan membuat bejana dari emas dan perak. Juga diharamkan membuat gelas, cangkir, piring dan sejenisnya dari emas yang akan digunakan untuk alat makan atau minum. Menurut Yusuf Qardhawi larangan agama terhadap perbuatan seperti itu adalah karena hal itu menggambarkan bermewah-mewahan dan berlebih- lebihan.
Dari Abdullah bin Buraidah, dari ayahnya,  dia berkata:

أَنَّ رَجُلًا جَاءَ إِلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَعَلَيْهِ خَاتَمٌ مِنْ شَبَهٍ فَقَالَ لَهُ مَا لِي أَجِدُ مِنْكَ رِيحَ الْأَصْنَامِ فَطَرَحَهُ ثُمَّ جَاءَ وَعَلَيْهِ خَاتَمٌ مِنْ حَدِيدٍ فَقَالَ مَا لِي أَرَى عَلَيْكَ حِلْيَةَ أَهْلِ النَّارِ فَطَرَحَهُ
“Sesungguhnya ada seorang laki-laki datang kepada Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam dengan cincin terbuat dari kuningan. Lalu Beliau bersabda kepadanya: “Kenapa saya mencium darimu aroma berhala?” lalu dia membuangnya. Kemudian datang kepadanya yang memakai cincin dari besi, lalu Beliau bersabda kepadanya: “Kenapa saya melihatmu memakai perhiasan penduduk neraka?” lalu dia membuangnya.[2]

C.    Larangan Memakai Pakaian Lawan Jenis
Pakaian memiliki beberapa hukum syariat yang wajib diketahui dan diterapkan. Pria memiliki pakaian khusus dalam bentuk dan jenis, demikian pula
wanita. Tidaklah keduanya yakni lelaki dan wanita itu dapat dibedakan
melainkan dari pakaiannya, dimana tidak boleh bagi salah satunya
menggunakan pakaian yang lainnya.
Wahai hamba Allah sesungguhnya Allah Subhanahu Wa Ta’ala telah menganugerahkan segala kenikmatan pada kita, diantara kenikmatan yang dianugerahkan Allah Subhanahu wa Ta’ala kepada kita adalah pakaian yang dengannya manusia terbedakan dengan makhluk Allah yang lainnya. Hewan, tumbuhan, dan  makhluk lainnya, tidakkah mereka itu dalam keadaan telanjang secara dhahir/fisiknya? Maka oleh karena itulah Allah Subhanahu wa Ta’ala mengangkat derajat manusia, dengan akal dan hati yang dianugerahkan-Nya, dan rasa malu yang menghias manusia menjadi indah.
Sebagaimana dalam firman Allah Azza wa Jalla dalam surat Al-A’raf ayat 26 yang artinya :
“Wahai anak Adam, sesungguhnya kami telah menganugerahkan kepada kalian pakaian untuk menutupi aurat kalian dan pakaian yang indah sebagai perhiasan. Dan pakaian takwa itulah yang paling baik. Yang demikian inilah sebagian dari tanda-tanda kekuasaan Allah, mudah-mudahan mereka selalu ingat.”
Wahai hamba Allah sesungguhnya Allah Subhanahu Wa Ta’ala telah
menganugerahkan segala kenikmatan pada kita, diantara kenikmatan yang
dianugerahkan Allah Subhanahu wa Ta’ala kepada kita adalah pakaian yang
dengannya manusia terbedakan dengan makhluk Allah yang lainnya. Hewan,
tumbuhan, dan makhluk lainnya, tidakkah mereka itu dalam keadaan
telanjang secara dhahir/fisiknya? Maka oleh karena itulah Allah
Subhanahu wa Ta’ala mengangkat derajat manusia, dengan akal dan hati
yang dianugerahkan-Nya, dan rasa malu yang menghias manusia menjadi
indah.
Pakaian memiliki beberapa hukum syariat yang wajib diketahui dan diterapkan. Pria memiliki pakaian khusus dalam bentuk dan jenis, demikian pula wanita. Tidaklah keduanya yakni lelaki dan wanita itu dapat dibedakan melainkan dari pakaiannya, dimana tidak boleh bagi salah satunya menggunakan pakaian yang lainnya. Sebagaimana dalam sabda Rasulullah yang artinya :
Semoga Allah melaknat wanita yang berpakaian laki-laki dan laki-laki yang berpakaian wanita.” [3]
Sungguh suatu musibah pada zaman ini, dimana pakaian kaum wanita dan pria saat ini tak dapat terbedakan. Sekarang kita lihat betapa banyak para wanita muslimah yang tak berjilbab, mempertunjukkan aurat-aurat mereka, bertabarruj sebagaimana tabarrujnya orang jahiliyah, kita lihat mereka mudah sekali bertaklid dengan mode yang ngetrend di tengah mereka saat ini, bahkan masyhur di tengah-tengah mereka pakaian di atas mata kaki, bahkan hingga di pertengahan betis –wal‘iyyadzubiLlah-, yang mana seharusnya ini merupakan sunnah yang wajib bagi lelaki, namun merekalah yang menegakkannya sehingga celakalah dunia ini dengan perilaku mereka.

D.    Membuat Tato dan Tahi Lalat
Abdullah bin Mas'ud r.a. berkata: “Allah telah mengutuk wanita yang membuat tahi lalat palsu dan yang minta dibuatkan, dan mencukur rambut wajahnya dan yang mengikir giginya untuk kecantikan yang mengubah buatan Allah.
Keterangan ini telah didengar oleh seorang wanita Bani Asad bernama Um Ya'qub, maka segera ia datang dan Tanya: Aku dengar anda mengutuk ini dan itu? Jawab Ibnu Mas’ud: mengapa aku tidak mengutuk orang yang dikutuk oleh Rasulullah saw. Dan itu juga dalam kitab Allah. Um Ya’qub berkata: Aku telah membaca kitab Allah dari awal hingga akhir dan tidak menemukan apa yang anda katakan itu. Ibnu Mas’ud berkata jika benar anda membaca pasti menemukannya apakah anda tidak membaca ayat: Wa maa aata kumurrasulu fa khudzuhu wamaa nahaa kun anhu fantahu (dan semua yang diajarkan rosulullah kepadamu maka terimalah dan semua yang dilarang hentikanlah). Jawab Um Ya‘qub: Benar. Ibnu Mas’uud berkata: Dan nabi berkata telah melarang itu semua. Um Ya’qub berkata: Tetapi isterimu berbuat itu. Ibnu Mas’uud menjawab: lihatlah kedalam, maka pergi melihat, ternyata tidak berbuat itu. Ibnu Mas’uud berkata: Andaikan ia berbuat tentu tidak kumpul dengan kami.” (Bukhari, Muslim).
Dari hadis di atas dapat disimpulkan bahwa Allah telah mengutuk orang yang membuat tahi lalat palsu karena itu dianggap sikap yang tidak mensyukuri karunia yang telah diberikan-Nya, karena Allah telah menciptakan semua makhluk-Nya dengan sebaik-baik ciptaan.
Tato adalah gambar/ simbol pada kulit tubuh yang diukir dengan alat sejenis jarum. Tato adalah sesuatu yang buruk, tetapi sekarang ini tato dianggap sesuatu yang modis, trendi dan fationable. Dulu bertato pada umumnya dilakukan oleh kaum lelaki tetapi sekarang ini wanitapun ikut-ikutan. Lokasi tatopun kini berfariasi, jika dulu kebanyakan di tangan namun kini ada yang di paha, betis, bawah pusar, payudara, pergelangan dll.
Tato itu dilarang dibagian badan manapun baik tato yang sempurna ataupun belum. yang wajib dilakukan oleh ibu anda adalah menghilangkan tato tersebut jika tdk menimbulkan mudarat dan bertaubat serta meminta ampun dari apa yang telah terjadi dimasa lalu.
Namun apapun kesan dari tato, tetap saja tato adalah kejahatan. Islam mengharamkan tato sesuai hadis dibawah ini:
Dalam hadits Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam:

عَنْ عَبْدِ اللهِ قَالَ: لَعَنَ اللهُ الْوَاشِمَاتِ وَالْمُسْتَوْشِمَاتِ وَالْمُتَنَمِّصَاتِ وَالْمُتَفَلِّجَاتِ  لِلْحُسْنِ الْمُغَيِّرَاتِ خَلْقَ اللهِ تَعَالَى، مَالِي لاَ أَلْعَنُ مَنْ لَعَنَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ  وَهُوَ فِي كِتَابِ اللهِ:
Dari Abdullah radhiyallahu ‘anhu beliau mengatakan: “Allah Subhanahu wa Ta’ala melaknati perempuan-perempuan yg mentato dan yg minta ditato yg mencabut/ mencukur rambut dan yg mengikir gigi utk memperindah. Perempuan-perempuan yg mengubah ciptaan Allah Subhanahu wa Ta’ala.”

“Dari Umar ra. Berkata Rasulullah saw. mengutuk pembuat tato dan yang minta ditato.” (HR. Muslim)
“Dari Jabir ra. Rasulullah saw. Melarang memukul wajah dan membuat cap (menggambar dengan besi panas/ dengan tato) pada muka.” (HR.Muslim)
Ibnu Masud ra. Berkata: Allah melaknat Wasyimah (wanita yang melubangi kulit dengan jarum, tato) dan Mutawsyimah (wanita yang minta ditato).” (Muttafaqun alaihi).
Pendapat Al-Imam An-Nawawi
Beliau rahimahullahu mengatakan: “Kalau mungkin dihilangkan dgn pengobatan mk wajib dihilangkan. Jika tdk memungkinkan kecuali dgn melukai di mana dgn itu khawatir berisiko kehilangan anggota badan atau kehilangan manfaat dari anggota badan itu atau sesuatu yg parah terjadi pada anggota badan yg tampak itu mk tdk wajib menghilangkannya. Dan jikalau bertaubat ia tdk berdosa. Tapi kalau ia tdk mengkhawatirkan sesuatu yg tersebut tadi atau sejenis mk ia harus menghilangkannya. Dan ia dianggap bermaksiat dgn menundanya. Sama saja dlm hal ini semua baik laki2 maupun wanita.”[4]
Pendapat Ibnu Hajar
Ibnu Hajar rahimahullahu mengatakan: “Membuat tato haram berdasarkan ada laknat dlm hadits pada bab ini mk wajib menghilangkan jika memungkinkan walaupun dgn melukainya. Kecuali jika takut binasa sesuatu atau kehilangan manfaat dari anggota badan mk boleh membiarkan dan cukup dgn bertaubat utk menggugurkan dosa. Dan dlm hal ini sama saja antara laki2 dan wanita.”[5]
Dari keterangan di atas sudah jelas bahwa perbuatan menato adalah perbuatan yang tercela baik bagi laki-laki ataupun bagi perempuan. Taubat orang bertato adalah dengan menghapus tatonya.[6]




































BAB III
KESIMPULAN
1.      Agama islam memberikan kesempatan berkreasi untuk merancang mode yang disukai sepanjang pakaian yang dipakai itu menutup aurat dan sopan serta tidak merangsang, tetapi agama islam juga melarang memakai pakaian yang menyeret tanah
2.      Para ulama sepakat bahwa kaum wanita dibolehkan memakai perhiasan dalam bentuk apa saja sepanjang perhiasan itu bukan terbuat dari benda-benda najis serta benda-benda haram. Perhiasan yang dipakai oleh kaum wanita itu boleh saja berbentuk sesuatu yang dilekatkan di badan seperti cincin dan kalung atau yang dipasang di pakaian seperti peniti.
3.      Pakaian Pria memiliki pakaian khusus dalam bentuk dan jenis, demikian pula wanita. Tidaklah keduanya yakni lelaki dan wanita itu dapat dibedakan
melainkan dari pakaiannya, dimana tidak boleh bagi salah satunya
menggunakan pakaian yang lainnya.
4.      Allah telah mengutuk orang yang membuat tahi lalat palsu karena itu dianggap sikap yang tidak mensyukuri karunia yang telah diberikan-Nya, karena Allah telah menciptakan semua makhluk-Nya dengan sebaik-baik ciptaan. Tato adalah gambar/ simbol pada kulit tubuh yang diukir dengan alat sejenis jarum. Tato adalah sesuatu yang buruk, tetapi sekarang ini tato dianggap sesuatu yang modis, trendi dan fationable,




DAFTAR PUSTAKA


Al-Ustadz Abu Abdillah Muhammad Al-Makassari, Sumber: www.asysyariah.comhttp://blog.re.or.id/hukum-tato.htm

Pelajaran Sunan Abi Dawud Kitab Az-Zinah Bab La’nul wasyimah wal mustausyimah 8/572

HR. Ahmad, Abu Dawud, Nasa’i, Ibnu Majah, Ibnu Hibban, Al-Hakim, dan hadits ini shohih menurut syarat Muslim.

HR. Abu Daud No. 4223. An Nasa’i No. 5159, lafaz ini milik Abu Daud

Mukhtashor Syama’il Muhammadiyyah, hal. 69, Al Maktabah Al Islamiyyah Aman-Yordan.

http://geocities.ws/abu_amman/ISBAL.html

























KATA PENGANTAR


Sebagai pembuka kata, penulis panjatkan puji syukur kehadhirat Allah SWT atas selesainya Makalah ini. Tentu saja penulis menyadari bahwa di dalam masih banyak ditemui kekurangan, baik dari segi materi maupun dari segi teknis penyusunannya. Di samping itu penulis menyadari bahwa tidak mungkin rasanya dapat menyelesaikan tanpa bantuan, baik langsung maupun tidak langsung, yang penulis terima dari berbagai pihak. Dan kepada semua pihak yang telah bermurah hati memberikan bantuan tersebut, penulis merasa sangat berhutang budi dan berterima kasih. Mungkin hanya Allahlah yang dapat membalasnya.
            Penulis menyusun sebuah karya Makalah yang berjudul: “PAKAIAN DAN PERHIASAN”.
Akhirnya hanya kepada Allah SWT jualah penulis berserah diri, semoga apa yang telah diberikan oleh semua pihak terhadap penulisan ini, agar mendapat balasan setimpal di sisi Allah SWT.


                                                                        Sigli,   Oktober 2010

                                                                                                Penulis





i
 



 







DAFTAR ISI


KATA PENGANTAR..........................................................................          i
DAFTAR ISI..........................................................................................          ii
BAB I PAKAIAN DAN PERHIASAN...............................................          1

BAB II PEMBAHASAN

A. Pakaian yang Menyeret Tanah...................................................          2
B. Memakai Cincin Tanah..............................................................          5
C. Larangan Memakai Pakaian Lawan Jenis..................................          8
D. Membuat Tato dan Tahi Lalat...................................................          10

BAB III KESIMPULAN......................................................................          14
DAFTAR PUSTAKA






ii
 



 




























[1] Mukhtashor Syama’il Muhammadiyyah, hal. 69, Al Maktabah Al Islamiyyah Aman-Yordan.

[2] (HR. Abu Daud No. 4223. An Nasa’i No. 5159, lafaz ini milik Abu Daud)

[3] (HR. Ahmad, Abu Dawud, Nasa’i, Ibnu Majah, Ibnu Hibban, Al-Hakim, dan hadits ini shohih menurut syarat Muslim).

[4] (Pelajaran Sunan Abi Dawud Kitab Az-Zinah Bab La’nul wasyimah wal mustausyimah 8/572)
[5] Ibid
[6] penulis Al-Ustadz Abu Abdillah Muhammad Al-Makassari, Sumber: www.asysyariah.comhttp://blog.re.or.id/hukum-tato.htm

Tidak ada komentar: