BAB I
PAKAIAN DAN PERHIASAN
Era modern dengan segala propagandanya telah
meluluhlantakkan nilai-nilai moral di seluruh dunia. Remaja digiring pada
nilai-nilai materialisme yang tanpa melibatkan nilai-nilai agama. Lengkaplah
sudah dunia ini dipenuhi mode-mode jahiliah yang mengusung kebebasan berpikir
dan berperilaku yang steril dari nilai-nilai Islam. Ironisnya, kemunduran ini
disebut kemajuan. Pamer aurat dianggap seni. Perzinaan dianggap zamannya,
sehingga lahirlah generasi instan, yaitu generasi yang tidak memiliki
kepedulian terhadap moral ataupun segala sesuatu yang berhubungan dengan hasil
ciptaan Allah.Yang mereka pikirkan hanya kenikmatan sesaat walaupun harus
merugikan orang lain dan diri sendiri.
Pantas jika zaman ini disebut zaman edan yang tidak tahu
malu dan sekaligus memalukan, yaitu ketika manusia tak malu lagi berperilaku
seperti binatang. Mode di era modern ini sangat berbahaya bagi perkembangan
nilai-nilai agama. Terlebih lagi sekarang begitu banyak media sebagai alat
propaganda yang sangat canggih, cepat, dan tepat yang dapat menjangkau berbagai
lapisan masyarakat.
Padahal Perilaku tersebut tak lebih dari perilaku
jahiliyyah yang tidak pantas diadopsi. Modern adalah suatu yang maju, bukan
hanya dalam bidang Iptek (ilmu pengetahuan dan teknologi) tapi juga Imtaq (iman
dan taqwa). Tidak bisa dikatakan modern jika hanya teknologi yang maju
sementara akhlak jauh terjerembab ke lembah jahiliyyah (kebodohan).
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pakaian yang Menyeret
Tanah
Secara umum, agama islam menggambarkan bahwa berpakaian
itu bertujuan untuk menutup aurat sebagai salah satu tanda kepatuhan kepada
Allah. Dalam rangka ini menutup aurat itu mestilah menjadi pertimbangan yang
utama bagi setiap muslim dalam memakai pakaian. Agama membolehkan memakai
pakaian dari jenis apapun bahannya dibuat, asalkan tidak ada ketentuan yang
melarangnya. Orang boleh memakai pakaian dari bahan nilon, benang, kulit, bulu
binatang, dsb.
Oleh sebab itu, etika berpakaian dalam islam bukan hanya
sekedar memakai pakaian yang menutup aurat, tetapi pula memperhatikan aspek
etika dan estetika. Dalam hal ini, berpakaian yang menutup aurat tetapi ketat,
belumlah merupakan suatu cara berpakaian yang diinginkan agama, sebab bisa
menimbulkan rangsangan. Berdasarkan ini pula, seorang muslim juga tidak
diinginkan memakai pakaian tipis kendatipun tidak ketat, sebab hal ini pada
dasarnya belumlah tergolong menutup aurat. Persoalan model pakaian islam tidak
pernah mengaturnya.
Agama islam memberikan kesempatan berkreasi untuk
merancang mode yang disukai sepanjang pakaian yang dipakai itu menutup aurat
dan sopan serta tidak merangsang, tetapi agama islam juga melarang memakai
pakaian yang menyeret tanah, sesuai hadist Nabi yang diriwayatkan oleh Muslim :
Dari bin Umar r.a katanya, berkata Rasulullah SAW. “Barang siapa berjalan menyeret kainnya untuk
tanda kebanggaan tidaklah Allah akan menengoknya kelak dihari kiamat.” (HR.
muslim).
Dari sini dapat disimpulkan bahwa memakai pakaian yang
menyeret tanah tidak diperbolehkan dalam islam karena ini dianggap sebagai
suatu hal yang berlebih-lebihan (berlebih-lebihan dalam menggunakan kain). Oleh
sebab itu, jika kita memakai pakaian hendaklah yang sopan dan menutup aurat.
Dari Al Asy’ats bin Sulaim, ia berkata:
سَمِعْتُ عَمَّتِي،
تُحَدِّثُ عَنْ عَمِّهَا قَالَ: بَيْنَا أَنَا أَمْشِي بِالمَدِيْنَةِ، إِذَا
إِنْسَانٌ خَلْفِي يَقُوْلُ: « اِرْفَعْ إِزَارَكَ،
فَإِنَّهُ أَنْقَى» فَإِذَا هُوَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
فَقُلْتُ: يَا رَسُوْلَ اللهِ إِنَّمَا هِيَ بُرْدَةٌ مَلْحَاءُ) قَالَ: « أَمَّا لَكَ فِيَّ أُسْوَةٌ
؟ » فَنَظَرْتُ فَإِذَا إِزَارَهُ إِلَى نِصْفِ سَاقَيْهِ
Saya pernah mendengar bibi saya menceritakan dari pamannya yang
berkata, “Ketika saya sedang berjalan di kota Al Madinah, tiba-tiba
seorang laki-laki di belakangku berkata, ‘Angkat kainmu, karena itu akan lebih bersih.’ Ternyata orang yang berbicara itu adalah
Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam. Aku
berkata, “Sesungguhnya yang kukenakan ini tak lebih
hanyalah burdah yang bergaris-garis hitam dan putih”. Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Apakah engkau tidak menjadikan aku sebagai
teladan?” Aku melihat kain
sarung beliau, ternyata ujung bawahnya di pertengahan kedua betisnya.”[1]
Di lain pihak kaum lelaki dengan bangganya mereka
menjulurkan celana-celana mereka hingga di bawah mata kaki, bahkan ada diantara
mereka yang menyeret celananya sampai ke tanah, mereka menganggap ini sebagai
suatu hal yang biasa saja, atau hanya trend biasa, celakanya lagi banyak para
aktivis islam yang melakukan demikian ini seolah-olah ini suatu hal yang sudah
biasa dan tidak berdosa, jikalau mereka mau mempergunakan akalnya yang didasari
kepada dalil syar’i niscaya mereka akan menyadari akan keharaman apa yang
mereka lakukan itu, yakni isbal (memanjangkan kain hingga di bawah mata kaki).
Maka dari penjelasan diatas, seharusnya kita membuka pikiran
kita, membuka hati kita, bahwa inilah sunnah Rasulullah yang harus kita
tegakkan, yang harus kita amalkan, karena tidaklah syariat itu diturunkan
kecuali bagi kemaslahatan makhluk itu sendiri walaupun mungkin akal-akal dan
perasaan makhluk tidak mampu mencernanya, walaupun orang-orang menganggap aneh
terhadap sunnah nabi dikarenakan kebodohan yang merebak dan meraja lela
sehingga manusia tidak mampu lagi melihat mana yang sunnah, mana yang bid’ah,
mana yang haq dan mana yang bathil, karena banyak manusia telah terbutakan oleh
kemaksiatan yang seolah-olah menjadi bagian tak terpisahkan dari kehidupannya,
karena seringnya ia berinteraksi dengan kemaksiatan dan kebatilan dan jauhnya
ia dari ilmu, ia terperosok ke dalam lubang kebodohan dan musibah menerpa
kita bertubi-tubi.
Diantara hikmah kita disyariatkan untuk berpakaian di
atas mata kaki adalah :
- Sebagai bentuk syariat nabi dalam berpakaian yang masuk ke dalam amal keta’atan.
- Sebagai bentuk pembeda bagi kaum laki-laki dengan wanita dimana wanita disyariatkan menutup mata kakinya bahkan menambah sejengkal lagi panjangnya hingga terseret di tanah (sebagaimana perintah nabi kepada Ummu Salamah,
- Sebagai bentuk sikap yang mendekatkan diri kepada takwa dan tawadhu’.
- Lebih menjaga kesucian pakaian kita, karena tidak terseret di tanah. (perkecualian bagi jilbab wanita Muslimah yang ada hadits dari rasulullah tentang tambahan sejengkal dari mata kaki)
- Menghindarkan diri kita dari kesombongan yang menghantarkan kita kepada siksa Allah di hari kiamat kelak yakni dengan ancaman neraka dan berpalingnya Allah dari melihat kita.
- Menegakkan syi’ar-syi’ar islam dan menunjukkan ciri khas ahlus sunnah wal jama’ah di saat ahlus sunnah menjadi orang yang asing diantara manusia-manusia lainnya.
- Dan masih banyak lagi lainnya.
B. Memakai Cincin Emas
Dalam suatu hadis disebutkan haram memakai cincin emas
juga sutera atas lelaki dan boleh juga bagi wanita, hadisnya berbunyi:
Albaraa’ r.a berkata: Rasulullah SAW menyuruh kami dengan tujuh dan melarang kami dari tujuh.
Menyuruh kami menjenguk orang sakit, mengantarkan jenazah, mendoakan orang
bersin jika membaca Alhamdulillah, mendatangi undangan, menyebarkan salam,
membantu pada orang yang dianiaya dan menyampaikan hajat orang yang bersumpah.
Dan melarang kami dari yang bercincin emas, minum dalam wadah perak, bantal
untuk duduk dari sutera, demikian pakaian sutera, memakai serba sutra dan sutra
tebal atau berkilauan sutra tipis. (Muttafaqun Alaihi)
Para ulama sepakat bahwa kaum wanita dibolehkan memakai perhiasan dalam
bentuk apa saja sepanjang perhiasan itu bukan terbuat dari benda-benda najis
serta benda-benda haram. Perhiasan yang dipakai oleh kaum wanita itu boleh saja
berbentuk sesuatu yang dilekatkan di badan seperti cincin dan kalung atau yang
dipasang di pakaian seperti peniti.
Agama tidak pernah melarang sama sekali bagi wanita
memakai perhiasan serta tidak pula ada suatu ketentuan tentang dimana perhiasan
itu mesti mereka pasangkan. Wanita boleh memakai perak, besi, suasa, emas, kayu
dan bahkan berlian untuk dijadikan perhiasan. Ini berbeda dengan kaum pria.
Kaum pria diharamkan memakai cincin yang terbuat dari
emas murni sebagaimana mereka diharamkan memakai sutra murni sebagai bahan
pakaian. Sebuah hadis dari Ali yang berbunyi:
“Rasulullah
melarang laki-laki memakai cincin yang terbuat dari emas.”
Para imam mazhab empat berpendapat bahwa laki-laki dewasa tidak boleh
memakai cincin emas murni serta membolehkan memakai cincin yang tidak terbuat
dari emas, seperti cincin perak, perunggu, ataupun dari besi. Akan tetapi ada
pula sebagian ulama yang mengatakan bahwa memakai cincin emas bagi pria
hukumnya kerahan tanzih, sebab sebagian sahabat nabi pernah memakainya.
Diantara mereka yang pernah memakai cincin emas adalah
Sa’d bin Abi Waqash, Thalhah bin Ubaidullah, Shuhaib, Huzaifah, dan Ja'’far bin
Samrah.
Adapun memakai emas selain untuk cincin, seperti untuk menghias pedang, hal ini diperbolehkan bagi kaum lelaki. Laki-laki juga ingin memakai cincin yang terbuat dari emas maka emas yang dijadikan cincin itu haruslah dicampur dengan bahan lain dan kadar emasnya tidak boleh lebih banyak dari kadar bahan campurannya. Para ulama membolehkan laki-laki memakai emas yang dicampur. Menurut Hanafiah dan Syafi’iyah, kadar emasnya tidak boleh lebih dari satu dirham, sedangkan malikiah membolehkan paling banyak jumlahnya adalah dua dirham.
Adapun memakai emas selain untuk cincin, seperti untuk menghias pedang, hal ini diperbolehkan bagi kaum lelaki. Laki-laki juga ingin memakai cincin yang terbuat dari emas maka emas yang dijadikan cincin itu haruslah dicampur dengan bahan lain dan kadar emasnya tidak boleh lebih banyak dari kadar bahan campurannya. Para ulama membolehkan laki-laki memakai emas yang dicampur. Menurut Hanafiah dan Syafi’iyah, kadar emasnya tidak boleh lebih dari satu dirham, sedangkan malikiah membolehkan paling banyak jumlahnya adalah dua dirham.
Para ulama juga mengharamkan membuat bejana dari emas dan perak. Juga
diharamkan membuat gelas, cangkir, piring dan sejenisnya dari emas yang akan
digunakan untuk alat makan atau minum. Menurut Yusuf Qardhawi larangan agama
terhadap perbuatan seperti itu adalah karena hal itu menggambarkan bermewah-mewahan
dan berlebih- lebihan.
Dari Abdullah bin Buraidah, dari
ayahnya, dia berkata:
أَنَّ
رَجُلًا جَاءَ إِلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَعَلَيْهِ
خَاتَمٌ مِنْ شَبَهٍ فَقَالَ لَهُ مَا لِي أَجِدُ مِنْكَ رِيحَ الْأَصْنَامِ
فَطَرَحَهُ ثُمَّ جَاءَ وَعَلَيْهِ خَاتَمٌ مِنْ حَدِيدٍ فَقَالَ مَا لِي أَرَى
عَلَيْكَ حِلْيَةَ أَهْلِ النَّارِ فَطَرَحَهُ
“Sesungguhnya ada seorang laki-laki datang
kepada Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam dengan cincin terbuat dari kuningan. Lalu Beliau bersabda kepadanya: “Kenapa saya mencium
darimu aroma berhala?” lalu dia membuangnya. Kemudian datang kepadanya yang
memakai cincin dari besi, lalu Beliau bersabda kepadanya: “Kenapa saya
melihatmu memakai perhiasan penduduk neraka?” lalu dia membuangnya.[2]
C. Larangan Memakai Pakaian
Lawan Jenis
Pakaian memiliki beberapa hukum syariat yang wajib
diketahui dan diterapkan. Pria memiliki pakaian khusus dalam bentuk dan jenis,
demikian pula
wanita. Tidaklah keduanya yakni lelaki dan wanita itu dapat dibedakan
melainkan dari pakaiannya, dimana tidak boleh bagi salah satunya
menggunakan pakaian yang lainnya.
wanita. Tidaklah keduanya yakni lelaki dan wanita itu dapat dibedakan
melainkan dari pakaiannya, dimana tidak boleh bagi salah satunya
menggunakan pakaian yang lainnya.
Wahai hamba Allah sesungguhnya Allah Subhanahu Wa Ta’ala
telah menganugerahkan segala kenikmatan pada kita, diantara kenikmatan yang
dianugerahkan Allah Subhanahu wa Ta’ala kepada kita adalah pakaian yang
dengannya manusia terbedakan dengan makhluk Allah yang lainnya. Hewan, tumbuhan,
dan makhluk lainnya, tidakkah mereka itu dalam keadaan telanjang secara
dhahir/fisiknya? Maka oleh karena itulah Allah Subhanahu wa Ta’ala mengangkat
derajat manusia, dengan akal dan hati yang dianugerahkan-Nya, dan rasa malu
yang menghias manusia menjadi indah.
Sebagaimana dalam firman Allah Azza wa Jalla dalam surat Al-A’raf ayat 26
yang artinya :
“Wahai anak Adam,
sesungguhnya kami telah menganugerahkan kepada kalian pakaian untuk menutupi
aurat kalian dan pakaian yang indah sebagai perhiasan. Dan pakaian takwa itulah
yang paling baik. Yang demikian inilah sebagian dari tanda-tanda kekuasaan
Allah, mudah-mudahan mereka selalu ingat.”
Wahai hamba Allah sesungguhnya Allah
Subhanahu Wa Ta’ala telah
menganugerahkan segala kenikmatan pada kita, diantara kenikmatan yang
dianugerahkan Allah Subhanahu wa Ta’ala kepada kita adalah pakaian yang
dengannya manusia terbedakan dengan makhluk Allah yang lainnya. Hewan,
tumbuhan, dan makhluk lainnya, tidakkah mereka itu dalam keadaan
telanjang secara dhahir/fisiknya? Maka oleh karena itulah Allah
Subhanahu wa Ta’ala mengangkat derajat manusia, dengan akal dan hati
yang dianugerahkan-Nya, dan rasa malu yang menghias manusia menjadi
indah.
menganugerahkan segala kenikmatan pada kita, diantara kenikmatan yang
dianugerahkan Allah Subhanahu wa Ta’ala kepada kita adalah pakaian yang
dengannya manusia terbedakan dengan makhluk Allah yang lainnya. Hewan,
tumbuhan, dan makhluk lainnya, tidakkah mereka itu dalam keadaan
telanjang secara dhahir/fisiknya? Maka oleh karena itulah Allah
Subhanahu wa Ta’ala mengangkat derajat manusia, dengan akal dan hati
yang dianugerahkan-Nya, dan rasa malu yang menghias manusia menjadi
indah.
Pakaian memiliki beberapa hukum syariat yang wajib
diketahui dan diterapkan. Pria memiliki pakaian khusus dalam bentuk dan jenis,
demikian pula wanita. Tidaklah keduanya yakni lelaki dan wanita itu dapat
dibedakan melainkan dari pakaiannya, dimana tidak boleh bagi salah satunya
menggunakan pakaian yang lainnya. Sebagaimana dalam sabda Rasulullah yang
artinya :
“Semoga Allah melaknat wanita yang berpakaian laki-laki dan
laki-laki yang berpakaian wanita.” [3]
Sungguh suatu musibah pada zaman ini, dimana pakaian
kaum wanita dan pria saat ini tak dapat terbedakan. Sekarang kita lihat betapa
banyak para wanita muslimah yang tak berjilbab, mempertunjukkan aurat-aurat
mereka, bertabarruj sebagaimana tabarrujnya orang jahiliyah, kita lihat mereka
mudah sekali bertaklid dengan mode yang ngetrend di tengah mereka saat ini,
bahkan masyhur di tengah-tengah mereka pakaian di atas mata kaki, bahkan hingga
di pertengahan betis –wal‘iyyadzubiLlah-, yang mana seharusnya ini
merupakan sunnah yang wajib bagi lelaki, namun merekalah yang menegakkannya
sehingga celakalah dunia ini dengan perilaku mereka.
D. Membuat Tato dan Tahi
Lalat
Abdullah bin Mas'ud r.a. berkata: “Allah telah mengutuk
wanita yang membuat tahi lalat palsu dan yang minta dibuatkan, dan mencukur
rambut wajahnya dan yang mengikir giginya untuk kecantikan yang mengubah buatan
Allah.
Keterangan ini telah didengar oleh seorang wanita Bani
Asad bernama Um Ya'qub, maka segera ia datang dan Tanya: Aku dengar anda
mengutuk ini dan itu? Jawab Ibnu Mas’ud: mengapa aku tidak mengutuk orang yang
dikutuk oleh Rasulullah saw. Dan itu juga dalam kitab Allah. Um Ya’qub berkata:
Aku telah membaca kitab Allah dari awal hingga akhir dan tidak menemukan apa
yang anda katakan itu. Ibnu Mas’ud berkata jika benar anda membaca pasti
menemukannya apakah anda tidak membaca ayat: Wa maa aata kumurrasulu fa khudzuhu wamaa nahaa kun anhu fantahu
(dan semua yang diajarkan rosulullah kepadamu maka terimalah dan semua yang
dilarang hentikanlah). Jawab Um Ya‘qub: Benar. Ibnu Mas’uud berkata: Dan nabi
berkata telah melarang itu semua. Um Ya’qub berkata: Tetapi isterimu berbuat
itu. Ibnu Mas’uud menjawab: lihatlah kedalam, maka pergi melihat, ternyata
tidak berbuat itu. Ibnu Mas’uud berkata: Andaikan ia berbuat tentu tidak kumpul
dengan kami.” (Bukhari, Muslim).
Dari hadis di atas dapat disimpulkan bahwa Allah telah
mengutuk orang yang membuat tahi lalat palsu karena itu dianggap sikap yang
tidak mensyukuri karunia yang telah diberikan-Nya, karena Allah telah
menciptakan semua makhluk-Nya dengan sebaik-baik ciptaan.
Tato adalah gambar/ simbol pada kulit tubuh yang diukir
dengan alat sejenis jarum. Tato adalah sesuatu yang buruk, tetapi sekarang ini
tato dianggap sesuatu yang modis, trendi dan fationable. Dulu bertato pada
umumnya dilakukan oleh kaum lelaki tetapi sekarang ini wanitapun ikut-ikutan.
Lokasi tatopun kini berfariasi, jika dulu kebanyakan di tangan namun kini ada
yang di paha, betis, bawah pusar, payudara, pergelangan dll.
Tato itu dilarang dibagian badan manapun baik tato yang
sempurna ataupun belum. yang wajib dilakukan oleh ibu anda adalah menghilangkan
tato tersebut jika tdk menimbulkan mudarat dan bertaubat serta meminta ampun
dari apa yang telah terjadi dimasa lalu.
Namun apapun kesan dari tato, tetap saja tato adalah
kejahatan. Islam mengharamkan tato sesuai hadis dibawah ini:
Dalam hadits Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam:
عَنْ عَبْدِ اللهِ قَالَ: لَعَنَ اللهُ الْوَاشِمَاتِ وَالْمُسْتَوْشِمَاتِ وَالْمُتَنَمِّصَاتِ وَالْمُتَفَلِّجَاتِ لِلْحُسْنِ الْمُغَيِّرَاتِ خَلْقَ اللهِ تَعَالَى، مَالِي لاَ أَلْعَنُ مَنْ لَعَنَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَهُوَ فِي كِتَابِ اللهِ:
Dari Abdullah radhiyallahu
‘anhu beliau mengatakan: “Allah Subhanahu wa Ta’ala melaknati
perempuan-perempuan yg mentato dan yg minta ditato yg mencabut/ mencukur rambut
dan yg mengikir gigi utk memperindah. Perempuan-perempuan yg mengubah ciptaan
Allah Subhanahu wa Ta’ala.”
“Dari Umar ra. Berkata Rasulullah saw. mengutuk pembuat tato dan yang minta ditato.”
(HR. Muslim)
“Dari Jabir ra. Rasulullah saw. Melarang memukul wajah dan membuat cap (menggambar dengan besi panas/ dengan
tato) pada muka.” (HR.Muslim)
Ibnu Masud ra. Berkata: Allah melaknat Wasyimah (wanita yang melubangi kulit dengan jarum, tato) dan Mutawsyimah (wanita yang minta ditato).” (Muttafaqun alaihi).
Ibnu Masud ra. Berkata: Allah melaknat Wasyimah (wanita yang melubangi kulit dengan jarum, tato) dan Mutawsyimah (wanita yang minta ditato).” (Muttafaqun alaihi).
Pendapat
Al-Imam An-Nawawi
Beliau rahimahullahu mengatakan: “Kalau
mungkin dihilangkan dgn pengobatan mk wajib dihilangkan. Jika tdk memungkinkan
kecuali dgn melukai di mana dgn itu khawatir berisiko kehilangan anggota badan
atau kehilangan manfaat dari anggota badan itu atau sesuatu yg parah terjadi
pada anggota badan yg tampak itu mk tdk wajib menghilangkannya. Dan jikalau
bertaubat ia tdk berdosa. Tapi kalau ia tdk mengkhawatirkan sesuatu yg tersebut
tadi atau sejenis mk ia harus menghilangkannya. Dan ia dianggap bermaksiat dgn
menundanya. Sama saja dlm hal ini semua baik laki2 maupun wanita.”[4]
Pendapat
Ibnu Hajar
Ibnu Hajar rahimahullahu mengatakan:
“Membuat tato haram berdasarkan ada laknat dlm hadits pada bab ini mk wajib
menghilangkan jika memungkinkan walaupun dgn melukainya. Kecuali jika takut
binasa sesuatu atau kehilangan manfaat dari anggota badan mk boleh membiarkan
dan cukup dgn bertaubat utk menggugurkan dosa. Dan dlm hal ini sama saja antara
laki2 dan wanita.”[5]
Dari keterangan di atas sudah jelas bahwa perbuatan
menato adalah perbuatan yang tercela baik bagi laki-laki ataupun bagi
perempuan. Taubat orang bertato adalah dengan menghapus tatonya.[6]
BAB III
KESIMPULAN
1.
Agama islam memberikan
kesempatan berkreasi untuk merancang mode yang disukai sepanjang pakaian yang
dipakai itu menutup aurat dan sopan serta tidak merangsang, tetapi agama islam
juga melarang memakai pakaian yang menyeret tanah
2.
Para ulama sepakat bahwa kaum wanita dibolehkan memakai perhiasan dalam
bentuk apa saja sepanjang perhiasan itu bukan terbuat dari benda-benda najis
serta benda-benda haram. Perhiasan yang dipakai oleh kaum wanita itu boleh saja
berbentuk sesuatu yang dilekatkan di badan seperti cincin dan kalung atau yang
dipasang di pakaian seperti peniti.
3.
Pakaian Pria memiliki pakaian
khusus dalam bentuk dan jenis, demikian pula wanita. Tidaklah keduanya yakni
lelaki dan wanita itu dapat dibedakan
melainkan dari pakaiannya, dimana tidak boleh bagi salah satunya
menggunakan pakaian yang lainnya.
melainkan dari pakaiannya, dimana tidak boleh bagi salah satunya
menggunakan pakaian yang lainnya.
4.
Allah telah mengutuk orang yang
membuat tahi lalat palsu karena itu dianggap sikap yang tidak mensyukuri
karunia yang telah diberikan-Nya, karena Allah telah menciptakan semua makhluk-Nya
dengan sebaik-baik ciptaan. Tato adalah gambar/ simbol pada kulit tubuh yang
diukir dengan alat sejenis jarum. Tato adalah sesuatu yang buruk, tetapi
sekarang ini tato dianggap sesuatu yang modis, trendi dan fationable,
DAFTAR PUSTAKA
Al-Ustadz Abu Abdillah Muhammad Al-Makassari, Sumber:
www.asysyariah.comhttp://blog.re.or.id/hukum-tato.htm
Pelajaran Sunan Abi Dawud Kitab Az-Zinah Bab La’nul
wasyimah wal mustausyimah 8/572
HR. Ahmad, Abu Dawud, Nasa’i, Ibnu Majah, Ibnu
Hibban, Al-Hakim, dan hadits ini shohih menurut syarat Muslim.
HR. Abu Daud No.
4223. An Nasa’i No. 5159, lafaz ini milik Abu Daud
Mukhtashor
Syama’il Muhammadiyyah,
hal. 69, Al Maktabah Al Islamiyyah Aman-Yordan.
http://geocities.ws/abu_amman/ISBAL.html
KATA PENGANTAR
Sebagai pembuka kata,
penulis panjatkan puji syukur kehadhirat Allah SWT atas selesainya Makalah ini.
Tentu saja penulis menyadari bahwa di dalam masih banyak ditemui kekurangan, baik
dari segi materi maupun dari segi teknis penyusunannya. Di samping itu penulis
menyadari bahwa tidak mungkin rasanya dapat menyelesaikan tanpa bantuan, baik
langsung maupun tidak langsung, yang penulis terima dari berbagai pihak. Dan
kepada semua pihak yang telah bermurah hati memberikan bantuan tersebut,
penulis merasa sangat berhutang budi dan berterima kasih. Mungkin hanya
Allahlah yang dapat membalasnya.
Penulis
menyusun sebuah karya Makalah yang berjudul: “PAKAIAN DAN PERHIASAN”.
Akhirnya hanya kepada
Allah SWT jualah penulis berserah diri, semoga apa yang telah diberikan oleh
semua pihak terhadap penulisan ini, agar mendapat balasan setimpal di sisi
Allah SWT.
Sigli, Oktober 2010
Penulis
|
|||
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.......................................................................... i
DAFTAR ISI.......................................................................................... ii
BAB I PAKAIAN DAN
PERHIASAN............................................... 1
BAB II PEMBAHASAN
A. Pakaian yang Menyeret Tanah................................................... 2
B. Memakai Cincin Tanah.............................................................. 5
C. Larangan Memakai Pakaian Lawan Jenis.................................. 8
D. Membuat Tato dan Tahi Lalat................................................... 10
BAB III KESIMPULAN...................................................................... 14
DAFTAR PUSTAKA
|
|||
[1] Mukhtashor Syama’il Muhammadiyyah, hal. 69, Al Maktabah Al
Islamiyyah Aman-Yordan.
[2] (HR. Abu Daud No. 4223. An
Nasa’i No. 5159, lafaz ini milik Abu Daud)
[3] (HR. Ahmad, Abu Dawud, Nasa’i, Ibnu Majah, Ibnu Hibban, Al-Hakim,
dan hadits ini shohih menurut syarat Muslim).
[4] (Pelajaran Sunan Abi Dawud Kitab Az-Zinah Bab La’nul wasyimah wal
mustausyimah 8/572)
[5] Ibid
[6] penulis Al-Ustadz Abu Abdillah
Muhammad Al-Makassari, Sumber: www.asysyariah.comhttp://blog.re.or.id/hukum-tato.htm
Tidak ada komentar:
Posting Komentar